Category:

Tokoh

Marsinah: Perempuan yang Abadi Bersama Waktu

April 1, 2020·4 min read
Marsinah: Perempuan yang Abadi Bersama Waktu

Marsinah buruh pabrik arloji,
mengurus presisi:
merakit jarum, sekrup, dan roda gigi;
waktu memang tak pernah kompromi,
ia sangat cermat dan pasti. Marsinah itu arloji sejati,
tak lelah berdetak
memintal kefanaan
yang abadi:
“kami ini tak banyak kehendak,
sekedar hidup layak,
sebutir nasi.”

“Dongeng Marsinah” – Sapardi Djoko Damono

Merhabalar! Sobat YA! di seluruh penjuru dunia. Apa kabar kalian semua? Semoga selalu baik-baik saja ya. Sobat YA! semua, dengan perasaan dan emosi yang bercampur aduk antara gembira, bangga, miris, sedih bahkan marah, pada 8 Maret 2020 lalu seluruh dunia bersama-sama merayakan Hari Perempuan Sedunia. Kenapa pada hari itu perasaan kita bercampur aduk? Kita gembira karena kini perempuan sudah bisa bersuara, kita bangga bahwa perempuan bisa membuktikan pada dunia bahwa dirinya mampu, kita miris karena ternyata kesetaraan belum merata, masih ada perempuan yang belum mendapatkan haknya di belahan dunia sana. Kita sedih karena faktanya masih ada perempuan yang dipandang sebelah mata, juga kita marah karena masih banyak yang sewenang-wenang menindas hak-hak perempuan yang seharusnya dipenuhi dengan adil. Di samping itu semua, kita tetap merayakan Hari Perempuan Sedunia dengan cara kita masing-masing.

Sebagai salah satu kru di YA! Magz, cara saya merayakan Hari Perempuan Sedunia adalah dengan kembali mengisahkan kisah inspiratif dari perempuan-perempuan hebat yang telah berjuang untuk mendapatkan haknya. Sobat YA!, di rubrik ini kita akan ulas kisah salah seorang perempuan pemberani asal Indonesia. Mungkin Sobat YA! semua sudah pernah mendengar tentang sosok perempuan satu ini, yang namanya dikenang dan jiwanya abadi bersama Sang Waktu. Dia adalah Marsinah.

Marsinah dikenal sebagai seorang yang pendiam namun cerdas dan berani. Menurut kesaksian kakaknya pada acara Melawan Lupa di Metro TV, Marsinah adalah anak yang berani membela kebenaran dan suportif. Bahkan, Marsinah dengan sukarela membantu orang lain yang tertindas. Kakak Marsinah menceritakan bahwa dia seringkali menerima surat yang berisikan dorongan semangat dan motivasi dari Marsinah.

Marsinah adalah salah dari sekian banyak warga Indonesia yang tak mampu melanjutkan pendidikannya karena terhalang oleh faktor biaya. Padahal, Marsinah adalah siswi yang selalu mendapatkan peringkat 1 di kelas semasa dia belajar di SMA Muhammadiyah, Nganjuk. Marsinah ingin melanjutkan studinya di Fakultas Hukum, dengan alasan ingin membantu teman-temannya kelak. Karena faktor ekonomi, dengan berat hati Marsinah harus terjun ke dunia kerja. Pada tahun 1989, Marsinah bekerja di pabrik sepatu Bata, Surabaya. Marsinah menjadi generasi pertama dari keluarganya yang menjadi buruh pabrik. Kemudian Marsinah pindah ke PT Catur Putera Surya (CPS), pabrik arloji di Siring, Porong, Jawa Timur.

Di PT CPS, buruh digaji sebesar Rp1.700,00 per bulannya. Padahal berdasarkan keputusan pemerintah, UMR Jawa Timur ialah Rp2.250,00 per bulannya. PT CPS menolak untuk menaikkan gaji pokok karyawan. Negosiasi antara buruh dan pihak perusahaan mengalami kebuntuan. Pada 3 Mei 1993, 150 dari 200 buruh di pabrik itu memutuskan untuk melakukan mogok kerja. Dan Marsinah termasuk salah satu dari 150 buruh yang melakukan aksi unjuk rasa itu. Bahkan, Marsinah-lah yang mengorganisir rencana hingga jalannya aksi unjuk rasa pada waktu itu dengan sangat matang.

Ada 12 tuntutan yang dibawa oleh Marsinah dan kawan-kawan buruh pada waktu itu. Selain menuntut keadilan untuk buruh secara umum, Marsinah juga menuntut hak-hak buruh perempuan seperti tunjangan cuti haid dan tunjangan cuti hamil. Hasil unjuk rasa itu adalah 13 orang kawan Marsinah yang diduga sebagai otak dari rangkaian aksi unjuk rasa dipaksa untuk mengundurkan diri dari pabrik oleh pihak militer. Mendengar hal itu, Marsinah marah dan tak terima atas keputusan yang dipaksakan itu. Marsinah berangkat ke Surabaya untuk meminta bantuan dari koleganya yang bekerja di kejaksaan Surabaya.

Pada 6 Mei 1993, sehari setelah kejadian pemanggilan 13 orang kawan Marsinah, adalah hari libur nasional untuk memperingati Hari Raya Waisak. 7 Mei 1993, para buruh kembali bekerja, namun tak satu pun melihat Marsinah. Banyak yang mengira Marsinah pulang kampung ke Nganjuk.

Tanggal 8 Mei 1993, Marsinah ditemukan dalam keadaan tak bernyawa di Desa Jagong, Nganjuk. Marsinah yang berniat untuk membela kawan-kawannya yang dirampas haknya, justru malah ikut dirampas haknya oleh orang yang tak berperikemanusiaan.

Marsinah, perempuan yang berani. Lantang suaranya menentang kesewenang-wenangan. Sosok perempuan yang tulus dan setia kawan. Perjuangan berat Marsinah harus dibayar mahal, tak hanya dengan keringat dan air mata, bahkan nyawanya direnggut dengan kejam. Raga Marsinah mungkin sudah tak lagi bersama kita, tapi perempuan pemberani ini meninggalkan teladan yang abadi untuk kita semua. Marsinah yang tak sanggup untuk kuliah telah mengajarkan hal yang sangat berharga untuk semua kalangan yang tertindas, yaitu keberanian menyampaikan kebenaran. Marsinah adalah perempuan dan tokoh perjuangan yang abadi bersama waktu. [mkh]

Marsinah itu arloji sejati,
melingkar di pergelangan
tangan kita ini;
dirabanya denyut nadi kita,
dan diingatkannya
agar belajar memahami
hakikat presisi. Kita tatap wajahnya
setiap hari pergi dan pulang kerja,
kita rasakan detak-detiknya
di setiap getaran kata. Marsinah itu arloji sejati,
melingkar di pergelangan
tangan kita ini.

“Dongeng Marsinah” – Sapardi Djoko Damono

Ya!Magz

Ya! Magazine 2024. All rights reserved.

INSTAGRAMPPI BURSA

READ

ArticlesMagazinesAuthors

CONTACT US