Category:

Religion

Sebuah Lepat

May 17, 2021·6 min read
Sebuah Lepat

Assalamu'alaikum, Sobat Ya!

Bagaimana kembara hidup kalian? Semoga senantiasa di jalan menuju kebenaran, agar kembara hidup ini berujung pertemuan, bersama yang kekal dan pemilik kebahagiaan. Berbicara tentang bahagia di akhirat, bukan berarti kita tidak bisa berbahagia di dunia ini. Umat Islam memiliki dua hari bahagia, pada hari itu kita tertawa dan bersenang-senang bersama atas kemenangan setelah puasa Ramadan penuh untuk melawan hawa nafsu dan dahaga.

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,

Ketika Nabi ﷺ datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari Raya Idulfitri dan Iduladha (hari Nahr)” (HR. An Nasai no. 1556 dan Ahmad 3: 178, sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim sebagaimana kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).

Bagi masyarakat muslim di Indonesia khususnya hari bahagia itu lebih terasa saat Idulfitri. Pada hari itu umat muslim berhamburan keluar rumah, saling sapa dengan para tetangga dan berkumpul bersama keluarga. Dan yang telah menjadi adat dari zaman dahulu adalah saling memaafkan.

Lebaran atau Idulfitri di Indonesia identik dengan ketupat, dalam filosofi Jawa sendiri ketupat atau "kupat" yang memiliki arti "ngaku lepat[^1]" atau mengakui kesalahan (Kumparan, 2017).

Kenapa para pendahulu kita mengajarkan maaf dan memaafkan atau yang biasa kita sebut "Halalbihalal" pada saat Idulfitri ini? Entahlah, menurut opini penulis mungkin karena kata (عِيْد) dan (الْفِطْرِ) yang berarti kembali kepada fitrah. Maksudnya manusia adalah makhluk pendosa, mereka tak pernah bisa lepas darinya. Allah memberi kesempatan pada bulan Ramadan untuk menghapus dosa tersebut sehingga setelah Ramadan selesai datanglah Idulfitri, yang mana di hari itu kita bersih seperti terlahir kembali sebagaimana fitrah kita sebagai manusia yang awalnya bersih tanpa dosa. Mungkin karena dosa kita kepada Allah telah dibersihkan alangkah baiknya dosa kita kepada manusia pun dibersihkan pula. Termasuk menghapus semua perasaan dengki, benci, dan segala perasaan buruk yang tersimpan di segumpal daging bernama hati para manusia. Lalu timbullah rasa cinta dan kasih sayang yang dengannya kita saling berbahagia dan bersenang-senang bersama di hari kemenangan ini.

Hmm... ‘’Maaf’’, sebuah kata yang simpel dan pendek. Mudah diucapkan, hanya saja kalimat-kalimat selanjutnya yang kadang sangat sulit diungkapkan (Fiersa Besari, 2019). "Kawan, maaf untuk.. Kawan, maaf karena...", ada perasaan tidak enak, takut, dan sesuatu yang menyekat di tenggorokan. Tapi, begitu kata itu terucap hingga akhir dan permintaan maaf itu diterima, ada perasaan sejuk dan lega dalam hati. Dari sana akan lahir pula ketenangan dan kehangatan yang men-dzahir-kan kebahagiaan. Maka dari itu, mari kita mencoba dan bersama berusaha menghilangkan perasaan gengsi dan melawan rasa takut untuk meminta maaf sesama kita.

Dan untuk memaafkan pula, kadang mulut mudah mengatakan "Iya, saya maafkan" tapi tak sejalan dengan hati yang kadang pula merasa keberatan untuk menerimanya. Rasulullah adalah teladan utama kita dalam segala hal, termasuk dalam hal memaafkan. Tercatat dalam Sirah Nabawi sebuah tragedi yang bernama "Tragedi Thaif".

Demi melancarkan dakwahnya, Rasulullah ﷺ berhijrah ke negeri di daerah Hijjaz[^2] bernama Thaif, terhitung 3 tahun sebelum hijrahnya ke Kota Madinah. Pada saat itu Rasulullah datang dengan niat baik untuk menyebarkan Islam dan mengajak manusia atau penduduk Thaif khususnya, untuk bersama menikmati rahmat yang Allah berikan di dunia dan akhirat. Karena begitu cintanya beliau kepada umat manusia sehingga beliau ingin seluruh manusia bersama bersenang-senang di surga nantinya. Siang hari beliau berdakwah malamnya bermunajat memohon harapan. Tapi wajahnya berubah sayu ketika kehadirannya ditolak bahkan disiksa serta dilempar batu oleh penduduk Thaif itu sendiri dari yang tua hingga anak-anak pun ikut melemparinya hingga sekujur tubuhnya berlumur darah. Lalu berkatalah malaikat padanya, "Wahai kekasih Allah, mohonkanlah pada Tuhanmu! Agar segera ditimpakan pada mereka gunung sebagai balasan". Lantas Rasulullah ﷺ menadah kedua tangannya dan memohon penuh harapan. Tapi bukannya meminta untuk ditimpakan azab siksaan justru beliau meminta agar diberi hidayah dan ampunan. Berkat doanya yang tulus dan ikhlas itu, penduduk Thaif saat ini dilimpahi rahmat, berkah, dan nur hidayah dari Allah ﷻ. Thaif menjadi negeri yang sejuk di daerah padang pasir yang identik dengan cuaca panas. Serta menjadi penolong utama juga dalam perjuangan dan sebagai pembela dakwah Islam hingga saat ini. Jika Rasul tidak bersabar atas apa yang penduduk Thaif yang melemparinya pada saat itu dan keikhlasannya memaafkan mereka, mungkin tak akan kita dengar negeri penuh berkah itu hingga saat ini.

Semoga kisah ini bisa menjadi pedoman dalam perjuangan hidup kita, terutama dalam bermuamalah atau berhubungan antar manusia. Keikhlasan dan ampunan memang selalu menjadi mahar yang dipertaruhkan. Untuk hasil dari perjuangan Allah yang akan menentukan, kita sebagai insan hanya mampu mengusahakan sekuat tenaga yang kita miliki (Inteam & UNIC, 2017).

Ya, memang apa gunanya menyimpan kebencian dan keburukan dalam hati? Yang dengannya kita menyiksa diri sendiri? Kita akan selalu mengumpat pada kebencian itu, keadaan ini tidak akan membuat hati semakin tenang justru semakin sakit, panas, dan berkobar dengan api kebencian. Dalam Al-Qur’an sendiri sering disebut kalimat "Innallaha Ghafurur Rahim"; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah saja yang sebagai Tuhan semesta alam dan yang berhak menyiksa manusia kelak atas kesalahannya mau mengampuni, siapalah kita yang cuma makhluk jika dibandingkan-Nya tak lebih dari sebutir debu?

Nah, Sobat Ya! ada lagi nih yang lebih penting dari meminta maaf kepada makhluk. Yaitu meminta maaf kepada pencipta makhluk itu sendiri. Mari bersama kita bermuhasabah atas dosa-dosa kita yang bagaikan buih di lautan kepada Allah ﷻ. Memang Allah Maha Pengampun, tapi Allah juga Maha Menyiksa lho! Memang saat Ramadan puasa, salat, zakat, dan segala bentuk ibadah kita lainnya akan Allah catat sebagai pahala bahkan penghapus dosa, tapi apakah semua ibadah kita ini akan diterima? Satu saja, cukup satu kalimat istigfar kita diterima Allah, yakin insya Allah surga yang menanti kita kelak di akhirat. Cuma istigfar yang mana yang akan diterima? Nah, mari bersama kita perbanyak istigfar dan memohon ampun kepada Allah tanpa melupakan hubungan baik kita kepada manusia.

Cukup sekian ya, Sobat Ya! Kupat disiram santen, ingkang kawulo lepat nyuwun ngapunten[^3]. Sampai jumpa di edisi selanjutnya. Wassalamu'alaikum [shb, alf]

[^1]: Lepat adalah makanan tradisional yang terbuat dari beras ketan, atau dalam bahasa Sunda dan Jawa bisa berarti salah. [^2]: Sebuah daerah di jazirah Arab yang meliputi Makkah, Madinah, dan Thaif. [^3]: Dari bahasa Jawa Krama Inggil yang berarti "Ketupat disiram santan, jikalau saya salah mohon dimaafkan".

Ya!Magz

Ya! Magazine 2024. All rights reserved.

INSTAGRAMPPI BURSA

READ

ArticlesMagazinesAuthors

CONTACT US